15 Okt 2025, Rab

Polemik Menkeu Purbaya Pangkas TKD 2026, Keterbatasan Fiskal Jadi Alasan

JAKARTA, PRIYANGAN.com – Pemerintah memutuskan untuk memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Keterbatasan fiskal membuat pemerintah pusat harus berhitung lebih ketat dalam menyalurkan dana ke daerah. Kendati demikian, pemerintah pusat tidak menutup kemungkinan mengembalikan anggaran transfer ke daerah apabila kondisi ekonomi nasional mengalami perbaikan.

Apabila penerimaan negara, terutama dari sektor pajak, meningkat di pertengahan kuartal II-2026, maka pemerintah akan melakukan evaluasi ulang terhadap kebijakan pemangkasan tersebut. Artinya, pemotongan anggaran TKD yang dilakukan saat ini bersifat sementara dan akan disesuaikan kembali mengikuti perkembangan ekonomi nasional. Hal itu disampaikan Purbaya saat bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Balai Kota Jakarta, Selasa (7/10/2025). Pertemuan tersebut membahas pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Jakarta.

“Saya sudah janji dengan Pak Gubernur dan pemerintah daerah lain, kalau ekonomi membaik, arahnya akan berbalik. Tahun depan akan terlihat lebih cepat. Pertengahan triwulan II tahun depan, saya akan hitung lagi berapa pajak yang masuk. Kalau lebih, dana akan dikembalikan ke daerah,” ujar Purbaya.

Menurutnya, pemotongan DBH dan TKD dilakukan secara proporsional. Di mana semakin besar kontribusi suatu daerah terhadap penerimaan negara, semakin besar pula pemotongannya. “Kalau lihat dari proporsional, semakin besar kontribusinya, pasti semakin besar kepotongannya. Kira-kira begitu, sederhana itu. Itu kan semacam pukul rata berapa persen, tapi juga dilihat kebutuhan daerahnya,” jelasnya. Ia yakin DKI Jakarta masih mampu bertahan meskipun mengalami pemotongan DBH yang cukup signifikan. Kepala daerah protes pemangkasan TKD 2026 Dalam APBN 2026, pemerintah menetapkan TKD sebesar Rp 693 triliun, naik Rp 43 triliun dari usulan awal Rp 649,99 triliun. Namun nominal tersebut masih lebih rendah dibandingkan alokasi TKD pada APBN 2025 yang mencapai Rp 919,87 triliun.

Namun, langkah itu menuai penolakan masyarakat, seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Purbaya menegaskan pemangkasan anggaran ke daerah bukan semata keputusannya sendiri. Kebijakan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama antar-pemangku kebijakan, berdasarkan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah. “Kalau mereka mau bangun daerahnya, kan harusnya dari dulu sudah bagus. Anggarannya nggak ada yang hilang sana-sini,” papar Purbaya.

Ia menilai, masih banyak dana transfer yang tidak terserap optimal atau bahkan digunakan tidak sesuai dengan prioritas pembangunan. Pemerintah, lanjutnya, ingin memastikan setiap rupiah yang ditransfer benar-benar memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Gubernur se-Indonesia minta Menkeu Purbaya tak pangkas TKD  Kebijakan Menkeu mendapat reaksi keras dari para gubernur. Dalam pertemuan yang difasilitasi Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), perwakilan gubernur se-Indonesia meminta Purbaya tidak memangkas TKD. Sebagian besar kepala daerah menilai pengurangan transfer akan berdampak langsung terhadap kemampuan daerah membiayai pembangunan dan menggaji pegawai. “Banyak sekali yang merasakan dampak dari TKD itu sendiri. Di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar pegawainya. Belanja pegawai besar sekali, apalagi ada keharusan membayar PPPK dan sebagainya, nah ini luar biasa berdampak terhadap APBD kami 2026 ke depan,” ungkap Ketua Umum APPSI sekaligus Gubernur Jambi Al Haris setelah pertemuan di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa. Kebijakan Transfer Daerah Masih Berubah. Sementara belanja untuk pembangunan infrastruktur menjadi berkurang. Padahal pembangunan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. “Kita minta untuk jangan ada pemotongan. Pak Menteri Keuangan akan mencari solusi yang terbaik bagaimana sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tetap jalan dan stabil,” kata Sherly.

Sherly mengungkapkan, daerahnya terkena potongan DBH sebesar 60 persen sehingga secara keseluruhan alokasi anggaran TKD 2026 menjadi Rp 6,7 triliun dari Rp 10 triliun pada 2025. Sementara itu, pemda lainnya di level provinsi mendapatkan pemotongan sekitar 2 hingga 30 persen. Namun, ada juga pemerintah kabupaten yang terkena pemangkasan sekitar 60 hingga 70 persen dari TKD 2025.

Keluhan juga diungkapkan oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf, di mana provinsi yang dipimpinnya terkena pemangkasan anggaran sekitar 25 persen dari tahun ini. Untuk itu, dia meminta agar pemerintah pusat mengambil kebijakan dengan tidak memangkas anggaran TKD 2026.

“Semuanya kami mengusulkan supaya tidak dipotong. Anggaran kita tidak dipotong karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing,” ujar Muzakir. Bahkan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah meminta pemerintah pusat untuk menanggung pembayaran gaji ASN daerah. Usulan ini untuk mengurangi beban pemda lantaran anggaran TKD 2026 mengalami penurunan dari tahun ini. “Tentu harapan kita di daerah adalah bagaimana TKD ini dikembalikan lagi. Kalau enggak, mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat,” ucap Mahyeldi. Dia mengungkapkan, pemangkasan anggaran TKD menurunkan kemampuan pemda untuk gaji PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Apabila usulan ini diterima, maka pemda dapat memfokuskan anggaran yang ada untuk melakukan belanja yang lain baik untuk membangun infrastruktur maupun program-program pembangunan lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *