15 Okt 2025, Rab

Penerapan Pidana Mati untuk Koruptor Bukan Solusi Utama

Penerapan Pidana Mati untuk Koruptor Bukan Solusi Utama

priyangannews.com-Koruptor harus diberi efek jera yang tegas. Tetapi hukuman mati adalah langkah terakhir yang harus diambil mengingat eksekusi mati yang diberikan kepada seseorang tidak dapat diperbaiki jika orang tersebut diproses pidana secara tidak benar.Korupsi terus merajalela di Indonesia semakin membuat geram masyarakat. Meski berbagai upaya penegakan hukum telah dilakukan, praktik korupsi masih membelenggu sektor publik dan swasta, merugikan negara, serta memperburuk ketimpangan sosial. Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat menyerukan hukuman mati bagi pelaku korupsi, dengan harapan dapat memberikan efek jera yang lebih tegas.

Presiden Prabowo Subianto tidak ragu menyampaikan ketegasannya terkait masalah korupsi yang merugikan negara. Apalagi korupsi telah berkembang menjadi suatu bentuk perampokan dilakukan dengan cara yang sangat halus, bahkan disamarkan sebagai tindakan legal.

“Jangankan rakyat yang geram, saya juga geram dengan masalah korupsi ini. Saya mengerti bahwa sumber daya kita sangat besar dan terjadi kasarnya ‘perampokan’, dan ‘perampokan’ itu memakai cara-cara yang pura-pura legal. Kalau dicek tidak ada pelanggaran,” ujar Prabowo saat berdialog bersama enam jurnalis di Hambalang, Jawa Terkait dengan penerapan hukuman mati terhadap koruptor, Prabowo menjelaskan meski mendukung efek jera yang tegas terhadap koruptor tetapi perlu mempertimbangkan hukuman mati adalah langkah terakhir yang harus diambil. Mengingat eksekusi mati yang diberikan kepada seseorang tidak dapat diperbaiki jika ternyata seorang pelaku tersebut dipidana secara tidak benar.

“Hukuman mati, pada prinsipnya sebenarnya kalau bisa kita tidak beri hukuman mati. Hukuman mati itu final. Padahal mungkin saja kita yakin 99 persen dia bersalah, mungkin ada 1 persen masalah yang ternyata dia korban atau dia diframing. Kalau dihukum mati, kita tidak bisa hidupkan dia kembali,” jelasnya.

Dia menambahkan sering kali dalam praktik hukuman mati diulur-ulur pelaksanaannya. Ujungnya malah tidak dilaksanakan. Oleh karena itu, hukuman mati bukanlah solusi utama yang dapat diterapkan untuk memberi efek jera. Prabowo berprinsip tetap mengedepankan pemberian efek jera dengan cara tegas.

Penerapan Pidana Mati untuk Koruptor Bukan Solusi Utama

Koruptor harus diberi efek jera yang tegas. Tetapi hukuman mati adalah langkah terakhir yang harus diambil mengingat eksekusi mati yang diberikan kepada seseorang tidak dapat diperbaiki jika orang tersebut diproses pidana secara tidak benar. “Tapi mungkin tidak sampai hukuman mati,” tambahnya.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakat, Prof Yusril Ihza Mahendra menanggapi pernyataan Prabowo mengenai hukuman mati bagi tindak pidana korupsi. Dia menerangkan pandangan Presiden Prabowo adalah sah dan sesuai dengan hukum positif yang berlaku di tanah air. 

Menurutnya UU No. 20 Tahun 2001 yang merupakan perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memang memberi kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati ‘dalam keadaan tertentu’. Misalnya keadaan perang, krisis ekonomi maupun bencana nasional, yang sedang terjadi memungkinkan vonis mati diberikan kepada koruptor.

“Namun, sampai saat ini belum pernah ada penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa korupsi,” ujar Yusril melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (8/4/2025) kemarin.

Meski ada kemungkinan hukuman mati dijatuhkan, namun bagi Yusril masih ada ruang bagi Presiden untuk memberikan grasi atau amnesti kepada terpidana mati. Kalaupun kedua hal tersebut tidak diberikan, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung.

Terkait dengan perubahan hukum pidana materil yang bakal berlaku 2026 mendatang, Yusril menyebut nantinya dalam KUHP Nasional hukuman mati tidak dapat langsung dilaksanakan. Terpidana mati harus menjalani evaluasi terlebih dahulu selama 10 tahun guna menilai apakah yang bersangkutan benar-benar menyesali perbuatannya atau tidak. Jika dinilai telah bertaubat, hukumannya bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup.

Guru Besar  Hukum Tata Negara ini menilai kebijakan yang diambil Presiden Prabowo telah mencerminkan sikap kenegarawanan yang menjunjung prinsip kehati-hatian dan kemanusiaan. Menurutnya sebagai presiden, Prabowo tak ingin melaksanakan hukuman mati terhadap narapidana manapun dalam kasus apapun. Sebab jika seseorang sudah dieksekusi mati, tidak ada lagi kesempatan kita menghidupkan kembali orang tersebut. 

“Presiden berbicara bukan sebagai seorang hakim tetapi sebagai seorang negarawan yang berjiwa besar dan mengedepankan sisi kemanusiaan daripada sisi lainnya,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *