PRIYANGANNEWS.COM — Pemerintah resmi melarang tradisi santri ikut mendirikan bangunan pondok pesantren setelah tragedi robohnya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, yang menimbulkan puluhan korban jiwa. Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, menyatakan bahwa praktik santri menjadi kuli atau nguli di lingkungan pesantren kini tidak diperbolehkan lagi.
“Itu satu tradisi yang akan dievaluasi. Tidak boleh lagi sembarangan,” ujar Imin. Ia menjelaskan bahwa tradisi tersebut memang sudah lama menjadi kebiasaan di kalangan santri.
Biasanya, santri baru bersama orang tua mereka membantu mendirikan bangunan pondok, terutama ketika fasilitas pesantren sudah penuh. Kegiatan itu sering disebut sebagai kerja bakti atau gotong royong. Namun, menurut Imin, kebiasaan ini harus dihentikan karena berisiko tinggi terhadap keselamatan.
Pemerintah kini mewajibkan setiap pembangunan di lingkungan pondok pesantren untuk berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau Dinas PU setempat.
“Tidak boleh ada lagi bangunan yang diproses tanpa melalui persetujuan Kementerian PU. Semua pesantren di seluruh Indonesia wajib berkoordinasi dengan Dinas PU setempat mulai sekarang,” tegasnya.
Larangan ini muncul setelah banyak beredar video di media sosial yang menunjukkan santri ikut bekerja membangun pondok tanpa perlengkapan keselamatan kerja (K3).
Mereka tampak melakukan pekerjaan berat seperti mencampur semen, mengangkat bata, hingga berdiri di atas bangunan tanpa alat pelindung diri.
Tragedi robohnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny menjadi peringatan besar.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan seluruh jenazah korban sudah ditemukan oleh tim SAR gabungan. “Seluruh jenazah sudah ditemukan. Dari total itu, 61 dalam kondisi utuh dan ada tujuh berupa potongan tubuh,” kata Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Budi Irawan, Selasa (7/10/2025).
Ia menambahkan, seluruh korban diperkirakan berasal dari dalam kompleks pesantren yang kini telah rata dengan tanah.
Area lokasi juga sudah dibersihkan dari material runtuhan sehingga kemungkinan masih ada korban tertinggal sangat kecil. Meski begitu, tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri masih melakukan identifikasi lanjutan terhadap tujuh potongan tubuh yang ditemukan.
Hasilnya akan memastikan apakah potongan tersebut milik dua korban yang sebelumnya dilaporkan hilang.
Tragedi ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia.
Pemerintah berharap aturan baru ini dapat mencegah kejadian serupa dan memastikan pembangunan pesantren berjalan sesuai standar keselamatan yang berlaku.***